Tahu
jenglot, kan? Figur manusia yang hanya seukuran 10-12 cm, konon fosil orang
berilmu tinggi yang menyusut dan memiliki kekuatan magis. Di Amerika Selatan
juga ada legenda serupa. Namun, hanya bagian kepala yang dibuat menyusut dan
bila jenglot belum bisa dibuktikan secara ilmiah, sebaliknya kepala menyusut di
Amerika ada proses yang dapat dijelaskan.
Kepala menyusut, atau shrunked
head awalnya menjadi mitos yang sangat menakutkan di kawasan Amerika. Dulu,
para penjelajah di kawasan Barat Amerika ngeri bila harus bertemu dengan suku
Indian karena dua hal: kepala yang dikuliti (scalp) dan kepala yang
dibuat kecil hingga seukuran bola tenis atau lebih kecil lagi.
Walau tidak semua suku Indian mempraktekan aksi brutal tersebut, biasanya legenda soal shrunked head menyebar di daerah Amerika Selatan, tepatnya di hutan hujan Amazon. Di tempat ini terdapat suku Shuar, Achuar, Huambisa, dan Aguaruna yang suka memburu kepala manusia untuk disusutkan. Mereka menyebutnya Tsansa (tzantza).
Walau tidak semua suku Indian mempraktekan aksi brutal tersebut, biasanya legenda soal shrunked head menyebar di daerah Amerika Selatan, tepatnya di hutan hujan Amazon. Di tempat ini terdapat suku Shuar, Achuar, Huambisa, dan Aguaruna yang suka memburu kepala manusia untuk disusutkan. Mereka menyebutnya Tsansa (tzantza).
Nah, dalam edisi terbaru jurnal Archaeological
and Anthropoligcal Sciences, para peneliti telah menganalisa bukti DNA yang
mengungkapkan kisah legenda suku pemburu kepala di Amazon memang nyata.
Suku-suku tersebut membuat kepala
jadi mengecil tidak dengan cara magis, tetapi dengan menghilangkan tengkorak
dari kepala (setelah memenggal kepala musuh). Sayatan dibuat di bagian belakang
leher dan semua kulit dan daging akan dihapus dari tempurung kepala. Biji merah
ditempatkan di bawah kelopak mata dan kelopak mata yang dijahit tertutup.
Lalu bola kayu akan ditempatkan
sebagai pengganti tengkorak untuk membentuk kepala 'baru' yang lebih kecil.
Daging tersebut kemudian direbus dalam air yang telah diisi dengan sejumlah
jamu yang mengandung tanin.
"Setelah dipenggal, kepala musuh dengan teliti diciutkan melalui proses perebusan dan pemanasan dalam perayaan spiritual. Ini bertujuan agar roh jahat musuh terkunci. Proses ini juga untuk melindungi pembunuhnya dari balas dendam roh musuh," papar Gila Kahila Bar-Gal, penulis penelitian kepada Discovery News.
"Setelah dipenggal, kepala musuh dengan teliti diciutkan melalui proses perebusan dan pemanasan dalam perayaan spiritual. Ini bertujuan agar roh jahat musuh terkunci. Proses ini juga untuk melindungi pembunuhnya dari balas dendam roh musuh," papar Gila Kahila Bar-Gal, penulis penelitian kepada Discovery News.
Konon,
praktek tsansa ini memiliki makna keagamaan. Menyusutkan kepala musuh
diyakini bisa mengambil semangat (spirit) si korban dan memaksanya melayani
sang pemilik kepala. Hal ini juga untuk mencegah jiwa korban membalas
kematiannya.
Penguasaan orang kulit putih di Amerika sempat menambah buruk perlakuan biadab ini. Orang kulit putih ternyata gemar mengoleksi tsansa, sehingga banyak praktek jual-beli tsansa. Dilaporkan, di tahun 1930-an harga sebuah tsansa hanya dibandrol 25 dollar saja.
Penguasaan orang kulit putih di Amerika sempat menambah buruk perlakuan biadab ini. Orang kulit putih ternyata gemar mengoleksi tsansa, sehingga banyak praktek jual-beli tsansa. Dilaporkan, di tahun 1930-an harga sebuah tsansa hanya dibandrol 25 dollar saja.
Meningkatnya
permintaan pasar juga membuat beberapa orang di Panama dan Kolombia membuat tsansa
palsu. Mereka menggunakan mayat dari rumah duka atau kepala monyet. Seorang
peneliti, Kate Duncan sempat menulis, "Diperkirakan bahwa sekitar 80
persen dari tsantsa di tangan swasta dan museum yang palsu."
Untungnya pemerintah Peru dan Ekuador telah melarang praktek ini.
Untungnya pemerintah Peru dan Ekuador telah melarang praktek ini.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment