Recent Posts

Monday, 16 April 2012

Cerpen "Key Of Heart"

*Cerita ini terinspirasi dari video klip BoA, Key Of Heart*

  Aku memainkan piano di depanku dengan tenang. Zona-teman satu bandku-terlihat sedang sibuk menulis sesuatu. Aku melirik lagi ke arah Adris. Dia sedang membereskan buku-bukunya. Kulihat dia menghampiri Zona.
                “ Hey, aku pulang dulu ya!” ucapnya. Zona terlihat terkejut karena Adris memukul bahunya pelan.
                “ Eh, iya...” jawab Zona. Adris pun berjalan pergi dari ruang musik. Ah, ini kesempatanku!
                Aku menghentikan permainan pianoku. Sepertinya Zona belum sadar. Perlahan, aku berjalan menghampirinya dan mengejutkannya.
                “ Hey.” Panggilku pelan. Dia tersentak dan mendongak melihatku. Dia tersenyum, lalu dengan cepat menyembunyikan kertas partitur yang sedang ditulisnya. “ Apa itu?” tanyaku sambil berusaha mengintip, namun Zona segera mengelak.
                “ Ti, tidak...” ucapnya dengan senyum yang manis. Aku menyukai senyumnya...
                “ Dasar pelit.” Ucapku, lalu aku kembali ke depan pianoku. Aku kembali memainkannya, sambil sesekali kulirik Zona yang perlahan berbaring di atas sofa. Kulihat dia memejamkan matanya. Apa dia tidur?
                Aku berhenti memainkan piano, lalu kembali melihat Zona. Dia tidak membuka matanya. Artinya dia benar-benar tidur!
                Dengan cepat aku mengambil kertas partitur yang dia letakkan di atas tubuhnya, lalu aku membaca kertas itu. Wah, keren! Zona bisa membuat lagu? Aku tidak percaya... Baiklah! Aku mainkan saja!
                Aku meletakkan kertas itu di tempat khusus di pianoku (author: kagak tau namanya apa), lalu mulai membacanya. Key Of Heart.
                “ I don’t know the reason why
                I could not find the words to get you back
                And I turn my back to you going out
                I don’t want lose your love in fact...
                Senyumku mengembang. Aku menyukai lagu Zona, dan aku... menyukai orangnya...
+++
                Aku membuka mataku saat mendengar Monia memainkan piano. Ah, dia memainkan lagu yang kubuat. Aku mendengar suara khasnya lagi. Wajahnya yang cantik tidak pernah membuatku bosan untuk melihatnya. Dia memang... orang yang kusukai.
                Senyum mengembang di wajahnya. Ah, Monia... Tidak taukah kalau kamu terlihat sangat cantik jika tersenyum?
+++
                “ Zona, bangun! Sudah jam 5, tau!” ucapku panik ketika aku melihat jam. Zona membuka matanya, lalu dia menguap lebar di depanku.
                “ Huaaaahhhh........”
                “ BUKAN SAATNYA MENGUAP, TAU! JAM SUDAH MENUNJUKKAN PUKUL 5!” teriakku emosi. Dia melihat jam, lalu dengan santainya dia menyandang tasnya.
                “ Monia.” Panggilnya. Aku menoleh dengan malas.
                “ Apa?” tanyaku. Dia mendongak melihat langit di luar jendela.
                “ Temani aku sebentar.”
                Eh?
+++
                Aku mengajak Monia ke tempat pertenakan kuda. Udara disini segar sekali! Hm, tempat ini memang peternakan kuda, tapi tidak ada yang memakainya. Entah kenapa. Padahal rumputnya sangat hijau, bahkan pepohonannya rimbun. Tapi biarlah. Aku harus menjalankan rencanaku yang sudah kupikirkan sejak dulu.
                “ Monia, lihat disana ada kuda!” ucapku sambil menunjuk ke arah belakangnya. Dia menoleh ke belakang, dan aku segera mengeluarkan sebuah kalung yang memang sengaja kubeli untuk kami berdua. Satu sudah kupakai, dan satu untuknya.
                “ Mana? Tidak ada kok...” ucapnya. Aku menjentikkan jariku, membuat dia reflek menoleh ke arahku. Matanya terbelalak melihat kalung yang kupegang itu. Aku meletakkan kalung itu di tangannya. “ Zona, ini bagus sekali! Aku suka...” jawabnya polos. Aku tertawa, lalu menunjukkan kalung yang telah kupakai. “ Eh? Ada pasangannya juga? Em... apa artinya ini?” tanyanya pelan.
                Aku mengambil kalung itu lalu memakaikannya ke leher Monia. Lalu, aku menggenggam tangannya. Dia terlihat salah tingkah.
                “ Mulai sekarang, kamu adalah pacarku!”
+++
                “ Mulai sekarang, kamu adalah pacarku!”
                Apa?! Apa yang dia bilang?! Aku tidak salah dengar??
                “ A, a, apa?” tanyaku tergagap. Zona tersenyum lagi. Oh Tuhan, dia semakin tampan... Jantungku berdetak cepat, semakin lama semakin cepat saat aku mendengar suaranya.
                “ Aku mencintaimu, Monia... Aku tidak ingin ada orang lain di hatimu, aku ingin hanya ada aku!” ucapnya tegas. Zona menyatakan cinta padaku?! A, apa yang harus kujawab?
                “ A, aku... aku...” ucapku tergagap. Zona menatapku dengan tatapan memelas. Tidak taukah dia kalau aku juga mencintainya? Apa kurang jelas sikapku selama ini?
                Tiba-tiba Zona melepaskan genggamannya dari tanganku. Aku terkejut. Ada apa dengannya?
                “ Aku kira aku sudah tau jawabannya.” Ucapnya pelan. “ Maaf.”
                Dia berjalan pergi meninggalkanku. Tung, tunggu, Zona! A, aku...
                “ Aku juga mencintaimu!” teriakku, dan sedetik kemudian aku menutup mulutku. Langkah Zona terhenti, lalu dia menoleh ke arahku dan menatapku tidak percaya. Tak lama kemudian, dia berari ke arahku dan memelukku erat.
                “ Ayo, kita pulang.” Ucapnya pelan, namun aku tau dia sangat senang. Senyum merekah di wajahnya. Dia menggenggam tanganku dan menuntunku pulang. Zona... terima kasih...

                3 tahun kemudian...
                Disinilah aku, terkenal sebagai seorang penyanyi. Aku akan mengadakan konser tunggal pertamaku. Jantungku berdetak cepat, karena aku benar-benar nervous.
                “ Monia, jangan gugup seperti itu. Ingatlah, ini panggungmu sendiri! Kamu akan bersinar hari ini!” ucap manajerku, Laiza. Aku hanya tersenyum, lalu menatap cermin di depanku. Aku gelisah, sekarang bukan karena konserku.
                Zona, dimana dia...?
+++
                Aku membuka pintu rumahku, lalu segera berlari ke arah motorku yang terparkir di depan halaman. Aku mencium wangi bunga yang sengaja kusiapkan untuk Monia. Ah, bagaimana dia sekarang? Apa dia gugup? Haha, aku bisa membayangkan wajahnya.
                Aku mengikatkan bunga itu di bagian depan motorku, lalu aku naik ke atasnya dan mulai melajukan motorku.
+++
                Zona masih belum datang juga... Dimana dia? Aku benar-benar takut sekarang...
                Zona, cepatlah datang...
+++
                Aku melajukan motorku cepat. Jam sudah menunjukkan pukul 7 kurang, sedangkan konsernya dimulai pukul 7. Monia, tunggu aku... Tunggu aku sebentar...
+++
                “ Nona Monia, sudah waktunya anda ke panggung.” Ucap salah satu staf padaku. Aku mengangguk, lalu staf itu berjalan keluar dari ruanganku. Aku menghela nafas. Tanganku menggenggam kalung pemberian Zona.
                Zona, lihatlah konserku...
+++
                Aku melajukan motorku secepat yang aku bisa. Sesekali aku melirik jam tanganku. Pukul 7 lewat. Monia, sabarlah... Aku pasti datang...
+++
                “ Kamu pasti bisa, Monia. Zona pasti datang!” ucap Laiza mendukungku. Aku mengangguk, lalu berjalan keluar dari ruanganku. Aku mengikuti staf berjalan ke belakang panggung, lalu aku menghela nafas.
                Zona, semua ini kulakukan untukmu...
+++
                Tuhan, aku tidak ingin terlambat. Kumohon, berikanlah aku kesempatan untuk bertemu Monia...
                Aku melihat jam di tanganku. Jam setengah 8. Aku benar-benar terlambat!
                Tanpa kusadari, lampu lalu lintas di tempatku berubah berwarna merah. Aku terbelalak melihat sebuah mobil berjalan dari arah kananku. Aku tidak sempat menghentikan motorku. Tidak, Tuhan... Aku harus bertemu...
                BRUAK!!
                Hal terakhir yang kuingat adalah, motorku menabrak sisi kiri mobil itu. Aku terlempar jauh dan terhempas ke atas aspal dengan helmku yang terbuka. Motorku terbakar, dan mobil itu pun ikut terbakar. Tanganku menggenggam bunga yang harus kubawa ke tempat Monia. Sirene ambulans pun terdengar, bersamaan dengan mataku yang tertutup. Gelap.
+++
                Zona jahat... Dia tidak datang sama sekali... Dia jahat...
                “ Monia, kita harus segera pergi ke Paris! Jadwal kita ketat, Monia...” ucap manajerku. Aku menyeka air mataku, lalu aku mengangguk. Maafkan aku, Zona... Aku harus pergi...
+++
                Seorang laki-laki berjalan memasuki sebuah ruangan. Dia melihat seorang pemuda masih terbaring lemah di tempat tidur. Pemuda itu dia selamatkan dari sebuah kecelakaan. Seluruh wajahnya hancur, sehingga dia terpaksa mengoperasi plastikkan pemuda itu.
+++
                Aku terbangun dari tidurku. Ugh, dimana aku? Apa yang terjadi padaku? Terakhir kali yang kuingat adalah... astaga, Monia!! Dimana Monia?! Aku harus segera menemuinya!
                Aku berangkat dari tempat tidur dan berlari keluar, namun sebelum itu aku menoleh sekilas ke arah kaca. Langkahku terhenti. Aku menoleh ke kaca itu dan mataku terbelalak. Tidak, ini bukan wajahku! Ke, kenapa bisa seperti ini?!
                Kalau wajahku seperti ini... bagaimana aku bisa bertemu dengan Monia?! Tidak, tidak!!
 Lututku melemas. Aku jatuh terduduk di atas lantai. Air mataku turun, aku menangis. Tanganku merogoh saku celanaku dan aku merasakan suatu benda. Aku mengambilnya keluar dan ternyata itu adalah kameraku. Dulu, aku pernah mengambil foto Monia di kamera itu. Foto saat aku menyatakan rasa cintaku padanya. Monia... Monia......
+++
                Pengawal pribadiku membuka pintu mobil untukku. Teriakan para fans terdengar. Aku pun melangkah turun dari mobil dan berjalan di karpet merah itu. Aku sedikit mengangkat tangan saat jutaan blitz kamera menghujaniku. Apakah aku senang? Tidak. Aku hampa. Aku hampa tanpa Zona...
+++
                Aku mengambil jarak jauh dari fans. Aku sengaja, karena aku tidak dapat bertemu dengan Monia dalam keadaan seperti ini. Apa dia akan mengenaliku dengan wajah seperti ini?
                Mataku teralih ke sesuatu di lehernya. Itu... kalung dariku?
                Air mataku menetes. Perasaanku bercampur aduk antara sedih, bahagia, dan terharu. Monia, apa kamu masih menungguku?

                Kamar Zona
                Aku mengumpulkan berbagai foto Monia di internet, lalu memasukkannya ke dalam kameraku. Aku tersenyum, miris melihat keadaanku seperti ini. Kenapa cintaku dan Monia tidak dapat bersatu?

                Aku melihat Monia berdiri dengan anggunnya di sebuah acara. Aku tersenyum melihatnya, namun senyumku berubah saat melihat dia melambai ke arah seseorang. Aku melihat seorang laki-laki masuk dan berdiri di sebelahnya. Monia menggenggam tangan laki-laki itu, dan dia tersenyum bahagia.
                Tuhan, apa salahku sehingga Engkau memberiku cobaan seperti ini?

                Aku terduduk lemas di kamarku. Di belakangku terdapat beribu foto Monia yang telah kuprint dan kutempel. Apa yang harus kulakukan sekarang?

              

  Aku terus mengikuti Monia sampai aku diizinkan untuk masuk ke dalam tempat konsernya dan melihat dia berlatih bernyanyi dan menari. Aku melihat dia menyanyi dengan sepenuh hati, membuatku semakin cinta padanya. Namun percuma, rasa ini tidak akan tersampaikan. Tanganku terus mengambil foto Monia dengan kameraku.
                Tiba-tiba lampu panggung di atas Monia mengeluarkan api. Aku terkejut melihatnya. Reflek, aku berlari ke atas panggung.
+++
                Saat aku sedang berlatih, tiba-tiba lampu panggung di atasku mengeluarkan api. Aku berteriak ketakutan, dan reflek melindungi kepalaku. Tiba-tiba, aku merasa seseorang mendorongku hingga kami berdua jatuh ke bawah panggung. Aku mendengar suara lampu itu jatuh.
                Aku membuka mataku, dan aku melihat seorang laki-laki sekarang sedang menatapku. Dia terlihat salah tingkah dan segera mengalihkan pandangannya. Aku melihat sesuatu terjatuh dari sakunya. Aku mengambil benda itu dan ternyata itu adalah sebuah kamera. Tunggu, banyak sekali fotoku di kamera itu! Aku menoleh ke arah laki-laki itu dan dia semakin salah tingkah.
                “ Monia?! Kamu tidak apa-apa?!” teriak Laiza dari atas panggung. Aku mendongak menatapnya dan juga laki-laki itu. Kami tidak mengucapkan apa pun. Hanya diam.
+++
                Aku berjalan keluar dari tempat itu. Tanpa sengaja, aku berpapasan dengan Monia. Kami berdua berhenti sejenak. Aku melihat kelehernya dan dia masih mengenakan kalung itu. Tanpa terasa, air mataku keluar. Aku segera berjalan pergi meninggalkannya.
+++
                Laki-laki itu menangis, lalu dia berjalan pergi meninggalkanku. Aku berniat mengembalikan kameranya, namun niat itu aku urungkan karena aku masih ingin melihat fotoku di kamerenya. Tiba-tiba, mataku terbelalak melihat fotoku saat dulu. Fotoku dan Zona. Seketika ingatanku tentang dulu kembali. Mataku menelusuri gantungan kamera itu dan kembali aku terbelalak, karena gantungan itu sama dengan bandul kalungku. Jangan-jangan, laki-laki itu adalah...
                Aku menggenggam bandul kalungku, lalu aku berbalik dan berusaha mengejar Zona, namun pengawalku menghalangiku untuk bergerak. Aku berusaha memberontak, namun mereka menahanku kuat. Aku melihat laki-laki itu semakin menjauh. Tidak, jangan tinggalkan aku, Zona...
                “ ZONA!!!” teriakku kuat. Laki-laki itu berhenti sejenak, namun akhirnya dia terus melanjutkan langkahnya. Air mataku mengalir, dan aku kembali berteriak. “ ZONA!! JANGAN PERGI LAGI DARIKU!!”
               
 Langkahnya kembali terhenti, dan aku melihat dia berbalik ke arahku dan berlari menujuku. Aku menepis tangan pengawalku dan berlari ke arahnya. Dia langsung memelukku erat.
                “ Monia... Kamu masih mengingatku...?” tanyanya pelan. Aku mengangguk.
                “ Hanya kamu satu-satunya orang yang kucintai, Zona... Hanya kamu...” jawabku. Aku terisak di pelukannya, dan dia semakin memelukku erat.
                “ Aku merindukanmu...” ucapnya.
                “ Aku juga... Jangan pergi lagi dariku...” ucapku pelan. Dia mengangguk.
                “ Aku berjanji. Dan setelah ini, kita akan menikah secepat mungkin!”
                “ Apa?!”

The End

0 comments:

Post a Comment